BNN RI HADIRI RAPAT PANJA BAHAS RUU REVISI UU NARKOTIKA
07
Feb
DIREKTORAT HUKUM
Irwan Siswanto

BNN RI HADIRI RAPAT PANJA BAHAS RUU REVISI UU NARKOTIKA

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) melalui Direktorat Hukum Deputi Hukum dan Kerja Sama menghadiri Rapat Konsinyering Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Jakarta Selatan, pada Senin (6/2). Rapat yang dilakukan secara hybrid ini dihadiri oleh seluruh fraksi Komisi III DPR RI dan pemerintah (kementerian/lembaga) terkait yang dalam hal ini dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan pimpinan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. Agenda rapat membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam rapat tersebut, Wakil Menteri Hukum dan HAM menyampaikan bahwa adanya usulan Fraksi untuk menggabungkan Undang-Undang Narkotika dengan Undang-Undang Psikotropika. Usulan tersebut diterima oleh Kementerian Hukum dan HAM, pasalnya hanya Indonesia saja yang memisahkan kedua undang-undang tersebut. Namun dibutuhkan waktu untuk memformulasikan ketentuan penggabungan undang-undang tersebut. Sementara itu, anggota Fraksi menyampaikan bahwa dibutuhkan persamaan persepsi serta kesepakatan bersama antara Komisi III DPR RI dan pemerintah dalam melakukan penggabungan antara Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997. Meskipun demikian, kedua belah pihak menyepakati bahwa dalam penyusunan RUU tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut harus menyeimbangkan perspektif kesehatan dan penegakan hukum secara proporsional dan tepat. #warondrugs #speedupneverletup #accelerationforwarondrugs BIRO HUMAS DAN PROTOKOL BNN RI

CEGAH TRANSAKSI NARKOBA MELALUI E-COMMERCE, BNN RI MINTA INCB KIRIM PAKAR KE INDONESIA
14
Des
DIREKTORAT HUKUM
Sharif Wihadma

CEGAH TRANSAKSI NARKOBA MELALUI E-COMMERCE, BNN RI MINTA INCB KIRIM PAKAR KE INDONESIA

Indonesia menjadi salah satu pemain ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Di tahun 2020, Kementerian Keuangan melaporkan nilai transaksi digital di Indonesia menyentuh angka Rp 638 triliun. Sementara itu, Bank Indonesia merekam transaksi digital mengalami pertumbuhan secara konsisten pada Juli 2021. Dilansir dari laman situs trendasia.com, Bank Indonesia mencatat nilai transaksi uang elektronik (UE) meningkat 57,71%. Peningkatan juga terjadi pada transaksi digital banking yang mengalami pertumbuhan hingga 53,08%. Melejitnya angka transaksi digital tak lepas dari peran pandemic covid-19 yang memaksa masyarakat untuk beralih dari transaksi konvensional menjadi digital. Dari sederet transformasi yang dialami masyarakat dunia, e-commerce menjadi salah satu lakon utama berkembangnya ekonomi digital di Indonesia. Pertumbuhan platform e-commerce yang kian pesat akhirnya memunculkan banyak pasar digital atau yang umum dikenal dengan marketplace. Keberadaan ‘pasar’ di dunia maya ini tentunya menjadi tantangan baru bagi Indonesia dalam mengawasi pergerakan transaksi digital yang rawan penyalahgunaan. Ini menjadi celah bagi sekelompok orang untuk memperjual belikan barang yang tak seharusnya dijual secara bebas di Indonesia, salah satunya narkotika dan psikotropika. Deputi Bidang Hukum Dan Kerjasama Badan Narkotika Nasional (BNN), Irjen. Pol. Drs. Puji Sarwono, mengatakan BNN RI telah lama menaruh perhatian pada adanya kemungkinan transaksi narkoba melalui platform digital. Untuk itu, pihaknya banyak meminta masukan dari berbagai institusi baik nasional maupun internasional, dalam mengawasi transaksi digital di era e-commerce ini. Melalui Forum Internasional yang digelar oleh International Narcotics Control Board (INCB) secara daring pada Selasa (14/12), Puji Sarwono menyampaikan upaya apa saja yang telah dilakukan Indonesia dalam mencegah terjadinya transaksi narkotika melalui e-commerce. “Salah satu yang kita lakukan adalah memanfaatkan marketplace –marketplace terbesar di Indonesia sebagai penyaring, untuk memastikan tidak adanya transaksi narkoba pada platformnya”, ujar Puji Sarwono. Lebih lanjut, Puji Sarwono mengatakan, situs-situs belanja online yang ada di Indonesia memiliki banyak syarat dalam melakukan transaksi jual beli salah satunya daftar kategori barang yang boleh dan tidak boleh dijual pada platformnya. “Sebagai contoh apotik yang menjual obat secara online. Ada beberapa jenis obat yang secara otomatis dilarang untuk dijual pada etalase digitalnya”, terang Puji. Namun menurut Puji Sarwono, yang menjadi kendala saat ini adalah banyaknya transaksi yang juga terjadi pada platform media sosial, seperti facebook, instagram, whatsap, dan sebagainya. Pada platform ini, pemerintah tidak bisa melakukan pencegahan dan pengawasan transaksi digital secara langsung. Untuk itu, ia meminta banyak masukan dari berbagai Negara pada forum internasional INCB ini. “Saya juga minta mereka (INCB, Red.) untuk mengirimkan expertnya. Tidak hanya tanya jawab saja, tapi kirim juga pakarnya”, tegas Puji. Puji mengatakan beberapa waktu yang lalu pihak INCB telah sepakat mengirim delegasinya untuk mentraining pihaknya dalam menangani permasalahan ini. Menurutnya, kerjasama ini akan terus berkembang ke arah meningkatnya proteksi Negara dalam mencegah terjadinya transaksi narkoba secara digital. “Ini akan terus berkembang, dan kolaborasi antara BNN RI, Kominfo, BPOM dan marketplace marketplace terbesar di Indonesia juga akan terus ditingkatkan," tutup Puji Sarwono. (VDY)